Dedi ‘Miing’: Persoalan Pertanian di Hulu, Bukan di Hilir

Dedi ‘Miing’: Persoalan Pertanian di Hulu, Bukan di Hilir
Dedi 'Miing' Gumelar

MONDE–Apabila pemerintah memprioritaskan sektor pertanian dan kelautan sebagai mesin penggerak utama perekonomian nasional, diyakini rakyat Indonesia bakalan makmur dan sejahtera.

Keyakinan tersebut disampaikan mantan anggota DPR RI, Dedi ‘Miing’ Gumelar, di web seminar (webinar) Inspirasi Bisnis Intani ke-33 bertajuk “Sukses Saudagar Pertanian Dari Tanah Karo”, Rabu (28/7/2021).

“Kalo dua sektor itu, agraris dan maritim, diprioritaskan oleh negara, masyarakat Indonesia gak bakalan punya utang. Bangsa ini makmur, seperti lagu Koes Plus, tongkat kayu dan batu jadi tanaman,” kata putra asli Lebak, Banten, ini.

Di seminar virtual tersebut Dedi memaparkan pemahamannya tentang pertanian dari perspektif budaya. “Saat melihat petani sedang mencangkul di sawah, sepertinya hanya bertani dan bercocok-tanam. Padahal di balik itu memiliki makna dan nilai budaya.”

Diungkap Dedi, dulu tahun 70-an, Indonesia dijuluki sebagai negara agraris. Pemerintah saat itu mendekatkan rakyatnya dengan ilmu-ilmu pertanian, lembaga pendidikan pun didirikan seperti Sekolah Pertanian Menengah Pertama (SPMP), Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA), dan Sekolah Perikanan.

“Dulu rakyat direkatkan dengan ilmu-ilmu pertanian, agar tertanam visi pertanian yang baik. Tapi kini eranya telah berubah, anak sekarang ogah jadi petani. Sawahnya malah dijual untuk ngojek. Inilah yang dimaksud budaya. Kita kalah dengan Thailand yang lahan pertaniannya sedikit, dan kalah dari Vietnam yang merdekanya baru kemaren, tapi sudah ekspor beras ke sejumlah negara, termasuk ke Indonesia,” ucapnya.

Menurut Dedi, kondisi pertanian seperti ini lantaran masih melekatnya paradigma atau cara pandang yang salah terhadap pertanian itu sendiri. Petani dikesankan selalu kotor dan tidak rapih. Itulah biang keladi dari persoalan di sektor pertanian. Diperparah banyak jebolan kampus pertanian, seperti IPB, lulusannya malah bekerja di bank atau menjadi wartawan.

“Jadi menurut saya, persoalan pertanian itu ada di hulu, bukan dihilir. Hulunya di paradigma, di budaya. Pemerintah harus kembali ke visi masa lampau, dekatkan rakyat dengan pendidikan pertanian. Sampaikan kepada rakyat bahwa bertani tidak hina. Orang kota tidak bisa makan kalo gak ada petani,” ujar pentolan grup lawak Bagito.

Dia berharap pemerintah lebih maksimal mengurusi petani, “Petani jangan dibikin susah, terutama saat butuh bibit dan pupuk. Kalo pertanian diurus dengan baik, ekosistem juga akan baik,” pungkas Dedi.(amr)