Wawan Jualan Buncis ke Singapura, 2 Ton per Minggu

Wawan Jualan Buncis ke Singapura, 2 Ton per Minggu
Wawan Setiawan

Pandemi Covid-19 bukan penghalang bagi para petani untuk meningkatkan produksi dan mengembangkan usaha taninya. Terbukti masih banyak permintaan pasar berskala ekspor, salah satunya komoditas hortikultura (sayuran, buah-buahan, tanaman hias, tanaman obat).

Wawan Setiawan adalah petani muda yang fokus menekuni budidaya hortikultura varietas sayuran, utamanya buncis kenya. Dipilihnya buncis berukuran kecil ini lantaran mudah merawatnya, dan masa panennya cepat, hanya 45 hari. Keunggulan lainnya, buncis kenya tumbuh tegak. Tidak seperti tanaman buncis lain yang merambat, sehingga harus ditopang penyangga kayu atau bambu.

Pria 36 tahun penyandang gelar Petani Milenial ini memang pandai membaca peluang. Padahal buncis kenya tidak populer, dan sedikit petani yang membudiyakan. Tapi Wawan malah serius menekuni. Hebatnya, dia hanya mengandalkan uang pribadi untuk permodalan, yang diputar dari awal usaha hingga sekarang. 

"Alhamdulillah per minggu ekspor dua ton buncis ke Singapura," ungkap Wawan Setiawan di hadapan peserta webinar Inspirasi Bisnis ke-35 yang dihelat Insan Tani dan Nelayan Indonesia (Intani), Rabu (18/8/2021).

Menurut Wawan, selain Wonosobo, Jawa Tengah, saat ini buncis kenya mulai banyak dibudidayakan oleh petani hortikultura di wilayah Jawa Barat seperti di Pangalengan, Ciwideuy, dan Lembang.

Dalam mengembangkan usahanya, Wawan tak ingin sukses sendirian. Petani lainnya diajak bergabung melalui kelompok tani binaannya (Gapoktan) yang bermarkas di Kp Sukamaju, Rt 05/05, Desa Cigugurgirang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat

Tak hanya memberikan wejangan terkait strategi budidaya dan pemasaran, Wawan pun membantu kebutuhan lainnya kepada petani yang menjadi mitra usahanya, seperti menyediakan bibit dan pupuk. 

Tidak instan
Diungkap Wawan, keberhasilannya tidak diperoleh secara instan atau ujug-ujug. Justru prosesnya panjang dan dilalui dengan berbagai kesulitan. Diawali pada tahun 2004, saat dirinya masih menjadi petani serabutan, tidak fokus membudidayakan tanaman. Apa saja ditanam, asal terjual.

"Dari 2004 sampai 2007 saya pernah jualan di pasar tradisional dan Pasar Induk Cibitung. Bertahun-tahun saya menghadapi masalah di penjualan. Tidak ada kepastian harga, tidak stabil, harga naik-turun. Terkadang tidak laku," katanya mengenang masa lalu. 

Lantaran lebih banyak dukanya, pada tahun 2012 Wawan mengubah strategi usahanya, dari jualan di pasar beralih memasok dagangannya ke restoran dan hotel. Ratusan proposal penawaran harga disebar, 10 persen di antaranya berhasil direspons oleh pihak restoran dan hotel. 

"Dari sekitar 100 proposal yang dikirim ke restoran dan hotel-hotel di Kota Bandung, 10 persennya diterima. Hingga sekarang masih terjalin kerjasama yang baik, memasok berbagai jenis sayuran," ujar Wawan Setiawan yang semakin semangat bertani, terlebih setelah menjadi supplier sayuran, dan dinobatkan sebagai Petani Milenial. 

Seiring waktu, pada 2018 Wawan fokus membudiyakan satu tanaman, yaitu buncis kenya. Pasalnya buncis memiliki peluang besar merambah ke pasar ekspor. 

Diapun tidak malu bertanya ke banyak orang yang lebih memahami cara memasarkan produk sayuran ke luar negeri. Hingga akhirnya Wawan mendapatkan kesempatan dari Kementerian Pertanian untuk mengikuti pelatihan terkait ekspor.    

"Ternyata persyaratan menjadi eksportir itu cukup rumit. Di tempat pelatihan tak hanya diajari cara pengemasan barang, syarat legalitas administrasinya juga rumit. Tapi alhamdulillah bisa saya jalani dengan baik," kata Wawan.

Tidak lama setelah mengikuti pelatihan, obsesi Wawan terwujud. Dia mendapatkan peluang ekspor ke Singapura. Sejak 2018 hingga sekarang, hanya buncis kenya yang dijualnya ke luar negeri. Dia melakukan ekspor langsung, tanpa menggunakan jasa pihak lain.  

Di hadapan Ketua Umum Intani, Guntur Subagja, Wawan curhat terkait persoalan ekspor, terutama jalur logistik. Menurutnya selama pandemi Covid-19, proses pengiriman mengalami hambatan, "Pak Guntur, ada persoalan di kargo. Masak' ngirim sayuran mesti pakai kapal laut. Mohon dibantu pak," ucapnya.

Padahal, lanjut Wawan, dia juga memiliki peluang ekspor ke sejumlah negara Timur Tengah. Namun belum diakomodir lantaran masih adanya hambatan pengiriman barang di bandara.  "Ada permintaan buncis dari Timur Tengah, tapi belum berani dilayani, khawatir terjadi hambatan di pengiriman," ujarnya.

Menyikapi curhatan tersebut, Guntur Subagja berjanji akan berupaya menyampaikan persoalan yang dialami Wawan kepada pihak terkait yang menangani dokumen dan pengiriman barang di bandara.

Selain mendengarkan kisah inspiratif petani buncis, Wawan Setiawan, webinar Intani yang dipandu host Aden Budi juga melakukan dialog interaktif. Terpantau lebih 100 peserta yang mengikuti webinar series tersebut melalui aplikasi Zoom, adapula yang menonton melalui kanal Youtube Indonesia Review.(amr/kn)