Merawat Tunas Bangsa di Balik Tembok Lapas

Merawat Tunas Bangsa di Balik Tembok Lapas
Wali Kota Kendari Sulkarnain Kadir (keempat kiri) usai meninjau ruang belajar program pendidikan bagi warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Kendari. (Antara/Harianto)

MONDE--Anak merupakan generasi penerus bangsa yang harus dibina, dibimbing, dan diajarkan sifat dan cara berperilaku yang baik sehingga kelak dapat melanjutkan tongkat estafet bangsa ini.

Anak memegang peran penting bagi keberlangsungan suatu bangsa karena roda kepemimpinan pasti berganti. Penggantinya tidak lain dan tidak bukan adalah anak bangsa itu sendiri.

Jika anak tidak dibimbing dan diajarkan tentang pentingnya moralitas, mereka bisa melakukan tindakan amoral, yang tentunya hal itu akan berujung pada pelanggaran hukum atau ketentuan yang berlaku di negeri ini.

Apabila anak-anak bangsa ini melanggar hukum, siapa yang kelak melanjutkan kepemimpinan bangsa Indonesia? Ini adalah tantangan bagi semua elemen bangsa agar generasi muda tidak dirusak oleh narkoba, seks bebas, ataupun tindakan-tindakan amoral lainnya.

Semua pihak tidak boleh acuh tak acuh dengan generasi bangsa, tidak boleh apatis dengan kondisi ini karena tidak semua anak beruntung dilahirkan dan tumbuh di keluarga yang baik-baik ataupun lingkungan yang baik.

Bahkan, meski tidak jarang lahir di keluarga yang mampu secara ekonomi, sang anak luput dari perhatian dan kasih sayang karena kesibukan kedua orang tuanya.

Akibatnya, anak salah jalan dan pergaulan pun bebas, apalagi anak itu dalam kondisi sedang mencari jati diri, mereka kadang tidak menyadari bahwa tindakannya telah melangggar hukum yang pada akhirnya masuk ke lembaga pemasyarakatan.

Anak pelanggar hukum menjadi atensi bagi Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak (LPKA) Kendari, bukan hanya membina ke arah yang lebih baik agar tidak melanggar hukum ketika keluar, melainkan juga memastikan pendidikan mereka tetap terpenuhi meski berada di dalam benteng yang mengelilingi mereka.

Tak bersua dan bersapa dengan banyak orang karena berada di balik jeruji besi bukan berarti mereka tidak mendapatkan segalanya, justru pihak LPKA Kendari mematikan mereka tetap mendapat haknya, salah satunya adalah pendidikan.

Upaya Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak Kendari ini mengandung asa bahwa kelak mereka juga dapat melanjutkan tongkat estafet bangsa ini, apalagi masa depan mereka masih panjang, layaknya anak-anak lain yang tidak berhadapan dengan hukum.

Program Pendidikan

Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Kendari di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menghadirkan program pendidikan bagi warga binaan guna mendorong mereka agar tetap mendapatkan hak belajar.

Kepala LPKA Kendari Akbar Amnur menyebutkan salah satu tugas utama pihaknya adalah menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak binaan, baik pendidikan formal, informal, maupun nonformal.

Saat ini jumlah anak binaan di LPKA Kelas II Kendari tercatat 43 orang dan di antara mereka banyak yang putus sekolah. Oleh karena itu, hak pendidikan mereka tetap harus dipenuhi. Sehubungan dengan ini, pihaknya memetakan mereka, baik di tingkat SMP maupun SMA.

Program pendidikan di LPKA menggandeng Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga (Dikmudora). Sementara itu, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kendari mengurus hal yang berkaitan dengan status kependudukan mereka. Ini tidak lain agar hak anak di LPKA tersebut terpenuhi.

"Kami akan upayakan bahwa mereka harus menyelesaikan sekolahnya. Di luar dia putus, di sini harus nyambung sekolahnya," kata Kepala LPKA Kendari Akbar Amnur ​​​​​​.

Terkait dengan kurikulum pembelajaran, pihaknya akan menyusun bersama Dikmudora Kota Kendari, sedangkan soal materi pelajaran akan sama dengan pelajaran siswa pada umumnya karena kurikulumnya akan menginduk dengan Dikmudora.

Soal ujian dan ijazah nantinya hal itu menjadi wewenang dari Dinas Pendidikan. Akan tetapi, pihaknya berkomitmen menyelenggarakan program pendidikan tersebut.

Selain program pendidikan formal, LPKA Kendari juga menghadirkan pusat informasi atau konseling tentang pendidikan seks normal dan kesehatan reproduksi bagi anak-anak warga binaan.

Akbar Amnur mengatakan bahwa pihaknya juga berinisiasi menghadirkan pusat konseling tentang seks yang sehat, baik, dan normal karena dari 43 warga binaan di lapas itu sebanyak 75 persen merupakan kasus pelecehan seksual kepada lawan jenisnya.

Dari data itu, berarti menandakan ada fenomena pendidikan seks yang tidak maksimal bagi anak-anak remaja di bawah usia 18 tahun sehingga pihaknya menggagas untuk membuat kegiatan edukasi tentang seks yang baik, normal, dan sehat kepada anak-anak binaan melalui Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK-R)

Dalam kegiatan konseling yang sudah berjalan 2 bulan tersebut, pihaknya menggandeng Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Kendari.

Meskipun anak-anak binaan berada di dalam lapas, pihaknya tetap berkomitmen agar hak-hak mereka tetap terpenuhi.

Hal itu penting bagi mereka untuk bisa mendapatkan pengetahuan dasar, termasuk mengajarkan pendidikan seks sejak dini yang sehat, baik, dan normal. Anak-anak ini harus ada jalur pengetahuan supaya mereka tidak disinformasi tentang edukasi seks khususnya.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Tenggara Silvester Sili Laba mendukung peluncuran program Pendidikan Anak Binaan. Semua capaian itu atas sinergi dan kolaborasi antara Kanwil Kemenkumham Sultra, Pemerintah Provinsi Sultra, dan Pemerintah Kota Kendari. Hal ini adalah wujud dari kepedulian atas masa depan anak-anak binaan.

Program yang dihadirkan oleh jajaran Kemenkumham Sultra, khususnya LPKA, juga dinilai Wali Kota Kendari Sulkarnain Kadir sangat bermanfaat, terutama terkait dengan hak-hak para anak yang sedang berhadapan dengan hukum. Tentunya penanganan terhada pmereka tidak bisa disamakan dengan yang lain.

Apalagi, anak-anak warga binaan di LPKA Kendari masih butuh pendidikan, pembinaan, pendampingan, dan kasih sayang. Mereka yang notabene generasi muda harus mendapat arahan yang positif agar tidak mengulangi kembali perbuatan melanggar hukum ketika keluar dari lapas. Ditambah lagi, anak-anak warga binaan masih memiliki masa depan yang panjang.

* Oleh Muhammad Harianto