Siapa Lagi ‘Korban’ Nyali Jokowi?

Siapa Lagi ‘Korban’ Nyali Jokowi?
Presiden Joko Widodo

Oleh Anif Punto Utomo

Berita mengenai pemeriksaan Tommy Soeharto terkait utang terhadap Bantuan Likuditas Bank Indonesia (BLBI) cukup menyedot perhatian. Sebelumnya Pemerintah juga menagih utang Bambang Trihatmojo sebesar Rp 54 miliar, terkait penyelenggaraan SEA Games 1997.

Cendana dan kroninya pun mulai gerah. Butuh nyali besar untuk mengusik mereka yang memiliki jaringan dan dana tak terbatas.

Nyali. Ya kita bicara tentang nyali, bukan gertak sambal. Presiden Jokowi seringkali mengambil keputusan sulit, tidak popular, dan berisiko. Kasus pemanggilan BLBI merupakan salah satu kebijakan dari Jokowi yang mempersyaratkan nyali besar. Tak sedikit yang bilang presiden ‘kerempeng’ itu nekat.

Mengelola negara sedahsyat Indonesia memang tidak bisa business as usual. Tidak bisa diurus hanya untuk agar ‘dianggap baik’ oleh rakyat. Seperti kata pepatah, sejarah hanya bisa diubah oleh orang-orang yang punya nyali. Nyali untuk diserang balik, nyali untuk dihina dan dilecehkan, nyali untuk di-bully, bahkan nyali untuk diturunkan di tengah jalan.

Di bidang ekonomi selain memburu obligor BLBI, nyali besar Jokowi terlihat saat memangkas subsidi BBM, merebut Freeport, membubarkan Petral, menenggelamkan kapal pencuri ikan, memberikan tax amnesty, dan menggolkan Omnibus Law.

Di bidang politik Jokowi pernah melawan semua partai ketika menolak Budi Gunawan menjadi Kapolri, membubarkan HTI, melawan tekanan asing khususnya Australia, dan memindahkan ibukota ke Kalimantan.

In any moment of decision, the best thing you can do is the right thing, the next best thing is the wrong thing, and the worst thing you can do is nothing. Dalam setiap momen pengambilan keputusan, hal terbaik yang bisa dilakukan adalah berlaku benar, hal terbaik kedua adalah berlaku salah, dan hal terburuk adalah tidak melakukan apa-apa. (Theodore Roosevelt-Presiden ke-26 Amerika Serikat).

Satgas BLBI
Dalam pekan-pekan terakhir banyak diberitakan tentang Satgas BLBI yang memanggil Tommy Suharto. Putra kesayangan mantan presiden Suharto yang dikenal juga dengan Pangeran Cendana itu diminta keterangan terkait penyelesaian hak tagih negara dana BLBI senilai Rp2,6 triliun. Tiga kali dipanggil tak datang, terakhir mengirim utusannya.

Tommy merupakan salah satu dari 48 obligor dan debitur BLBI dengan nilai total Rp 110 triliun. Dalam daftar nama itu terhimpun orang-orang kuat di masa Orde Baru dan sebagian kroni Cendana seperti Salim Grup (BCA), Sudwikatmono (Bank Subentra), Lippo Grup, dan Hasjim Djojohadikusumo (Bank Papan Sejahtera). Kasus BLBI sudah menggerogoti ratusan triliun rupiah uang rakyat dan terendam selama 22 tahun.

Hasil keberadaan Satgas, sampai pekan terakhir Agustus 2021 sudah 5,29 juta hektar lahan disita dari pengutang BLBI. Masih ada dua kali lipatnya lagi lahan yang akan disita.

Memangkas subsidi BBM. Ini langkah yang sangat tidak populer. Tidak ada seorang presiden pun yang berani memangkas habis subsidi, karena masyarakat akan bereaksi keras. Masalahnya apakah subsidi yang sebetulnya banyak dinikmati kelas menengah-atas itu harus dibiarkan? Tidak adil. Maka belum genap dua pekan menjadi presiden, Jokowi menanggalkan subsidi BBM.

Demo menentang penghapusan subsidi merebak. Tuduhan tidak berpihak pada rakyat terus disuarakan. Demo terjadi dimana-mana. Tapi keputusan sudah bulat diambil. Tidak ada kata mundur. Menyubsidi kelas menengah adalah kebijakan salah arah. Jokowi menerapkan falsafah: jangan membenarkan kebiasaan, tetapi membiasakan kebenaran.

Ratusan triliun rupiah yang pada periode sebelumnya dibakar untuk membiayai ketidakefisienan transportasi dihapus. Dana subsidi BBM banyak digeser untuk membangun infrastuktur. Hasilnya? Di periode pertama, Jokowi-JK berhasil membangun jalan 4.119 kilometer, bendungan 65 buah, embung 1.062 buah, jembatan 51.092 meter, jembatan gantung 33 buah, perumahan 4,75 juta unit, rusun 893 tower, rumah swadaya 700.699 unit, irigasi 1.004.799 hektar, pos lintas batas negara di tujuh kabupaten, dan jalan tol (yang melibatkan BUMN dan swasta) 1.852km.

Merebut Freeport. Amien Rais pernah menantang nyali Jokowi: berani tidak menguasai Freeport? Harusnya Freeport McMoran Inc (FCX) sebagai perusahaan induk di Amerika mendivestasi sahamnya pada 2011, tetapi tidak pernah dieksekusi. Kenapa? Lobi terlalu kuat, mereka memegang para pejabat dan politisi yang hidup sebagai pemburu rente. Terkadang juga mengintimidasi dan mengancam. Presiden tak berani.

Jokowi tidak ambil pusing. Pokoknya segera ambialih Freeport. Selama 3,5 tahun dilakukan negoisasi yang alot dengan FCX. Segala upaya menolak divestasi dilakukan FCX, termasuk ancaman ke arbitrase internasional. Maklum, Freeport Indonesia selama ini menjadi cash cow dari FCX. Akhirnya CEO FCX Richard Adkenson takluk setelah 51 tahun berkuasa atas Freeport Indonesia. Per 21 Desember 2018, Indonesia menguasai 51,2 persen lewat Inalum.

Amien Rais juga menantang Jokowi apakah berani mengambilalih tambang minyak Blok Rokan di Riau? Kita tahu bahwa blok tersebut pengelolaannya sudah dikuasai oleh PT Chevron Pacific Indonesia selama 97 tahun. Belum terdengar apa komentar Amien ketika ternyata Jokowi punya nyali mengambilalih Blok Rokan dan diberikan ke Pertamina.

Membubarkan Petral (Pertamina Trading Limited). Meski milik Pertamina, tetapi tak mudah membubarkan perusahaan yang diakuisisi pada 1998 itu. Bagitu banyak tangan-tangan tak terlihat yang membungkam agar tak berteriak soal pembubaran Petral.

Petral yang berkantor di Singapura telah menjelma menjadi mafia migas. Selama bertahun-tahun, puluhan triliun rupiah hasil komisi pembelian minyak dibagi-bagikan ke kantong para pejabat dan politisi. Bahkan isunya sampai keluarga presiden. Itulah kenapa sulit –tepatnya ‘tidak’—dibubarkan.

‘’Bersihkan,’’ begitu instruksi Jokowi ke Dwi Sucipto yang saat itu menjadi dirut Pertamina. Maksudnya, mafia migas itu dibersihkan dengan membubarkan Petral. Apapun risikonya. Pengalaman sebelumnya, Dahlan Iskan ketika menjadi Menteri BUMN di pemerintahan Presiden SBY, pernah akan membubarkan Petral, tetapi mental. Mungkin karena sang presiden juga setengah hati.

Akhirnya, 13 Mei 2015 Petral dibubarkan. Nyaris tak terdengar penolakan yang keras sebagaimana dikhawatirkan banyak orang. Boleh jadi jika terlihat menentang akan ketahuan bahwa selama ini dia mendapatkan dolar dari mafia Petral. Sejak itu Pertamina dapat menghemat belasan triliun per tahun. Para pemburu rente yang ketamakannya tak pernah sirna, terpaksa gigit jari.

Tenggelamkan Kapal. Langkah penggelaman kapal pencuri ikan menjadi salah satu icon Susi Pujiastuti saat menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan. Selama bertahun-tahun tak kurang dari 7000 kapal asing hilir-mudik mencuri ikan di perairan Indonesia. Dan hebatnya, itu dibiarkan saja. Lagi-lagi para pemburu rente bermain dalam siklus pencurian ikan ini. Ikan Indonesia dikuras tanpa ada keuntungan sedikit pun buat rakyat.

‘’Saya perintahkan bu Susi untuk menggelamkan kapal-kapal di perairan kita. Bu Susi sempat gemetar,’’ begitu cerita Jokowi yang dikutip dari buu biografinya. Susi pun langsung beraksi. Pujian datang, tetapi kecaman dan ancaman datang silih berganti. Beruntung Susi juga kuat mental. Sampai akhir jabatannya sebagai menteri pada 2019, tercatat 488 kapal pencuri ikan ditenggelamkan.

Adakah protes dari negara lain? Tentu ada, terutama Vietnam yang ratusan kapalnya ditenggelamkan. Media di Thailand juga sempat memprotes keras. Namun toh mereka menyadari bahwa apa yang dilakukan kapal-kapal itu adalah perbuatan kriminal. Hubungan antarnegara tetap baik.

Tax Amnesti. Kebijakan tax amnesti (pengampunan pajak) turut menjadi perhatian Jokowi. Ketika melihat angka ribuan triliun rupiah yang disimpan di luar negeri oleh pengusaha, pejabat, dan politisi Indonesia, Jokowi berang. Tapi tidak mudah untuk menarik kembali ke Indonesia. Satu-satunya jalan adalah pengampunan pajak.

Selama ini ribuan triliun dana yang tersimpan di luar negeri itu tidak memberikan apa-apa buat negara. Kekayaan konglomerat itu terpampang di Forbes, tetapi pajak yang dibayarkan terlalu kecil. Tax amnesty akan memberikan kesempatan dana itu masuk ke Indonesia untuk menggerakkan ekonomi. Memang tidak semua dana yang diluar negeri yang akan diampuni, melainkan juga yang di dalam negeri yang selama ini tidak dilaporkan.

Apakah membutuhkan keberanian untuk memberikan tax amnesty? Pastinya, karena yang diusik adalah orang-orang terpandang di negeri ini yang otomatis orang kuat yang dibesarkan –mayoritas- oleh Orde Baru. Tapi anehnya kebijakan itu ditentang dan didemo oleh serikat buruh dan beberapa LSM. Bahkan sampai digugat ke Mahkamah Agung, meksipun mereka tetap kalah.

Hasil dari tax amnesty memang tidak sesuai target. Tercatat deklarasi harta mencapai Rp4.813,4 triliun, terdiri atas Rp3.633,1 triliun deklarasi di dalam negeri, dan repatriasi Rp146,6 Triliun. Pada tax amnesty ini pula diperoleh uang tebusan Rp130 triliun, targetnya Rp 1.000 triliun. Namun setidaknya pesan sudah sampai bahwa pemerintah punya nyali.

Omnibus law. Isu yang tak kalah menarik adalah omnibus law. Ini merupakan undang-undang sapujagad dengan nama UU Cipta Kerja. Dilatarbelakangi kekecewaan Jokowi terhadap minimnya investasi di Indonesia lantaran regulasi, birokrasi, dan hukum yang berbelit. Padahal investasi sangat dibutuhkan untuk menggerakkan ekonomi, sekaligus juga modal agar Indonesia lolos dari middle income trap.

Omnibus law menjadi kerja raksasa dan luar biasa karena merevisi sekaligus menyinergikan 74 UU yang sudah ada. Terjadi tumpang tindih di antara puluhan itu sehingga harus diseleraskan. Kontroversi merebak, banjir dukungan dan protes datang silih berganti. Demo di berbagai kota. Tapi pemerintah jalan terus karena meyakini omnibus law merupakan jalan terbaik untuk menggerakkan ekonomi negeri.

Sayang begitu UU Cipta Kerja disetujui, Covid-19 keburu datang sehingga belum bisa diukur efektivitasnya secara fair.*