JPU Beberkan Peran Jayadi dalam Kasus TPS Liar di Limo, Depok
terdakwa menyewakan lapak sampah kepada para pengepul, Rp6 juta sampai Rp7 juta per tahun.
MONDE--Jayadi, terdakwa kasus pencemaran lingkungan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) liar di Limo, didakwa dengan dakwaan tunggal oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sidang perdana kasus tersebut digelar di Ruang Sidang 3 Pengadilan Negeri (PN) Kota Depok, Kamis (20/3/2025).
Setelah membuka persidangan, majelis hakim yang dipimpin Hj Ultry Meilizayeni dengan anggota Ira Rosalin dan Sondra Mukti Lambang Linuwih mempersilakan JPU Putri Dwi Astrini membacakan dakwaannya.
Diungkap Putri, bermula sekira tahun 1998, terdakwa Drs Jayadi memiliki lahan garapan kurang lebih seluas 17.500 m² yang berlokasi di wilayah RT 002/005 Kelurahan/Kecamatan Limo, Kota Depok, yang diperoleh dengan cara oper alih garap dari (ALM) Wastam.
Lalu, sekira tahun 2022 lahan garapan itu dengan titik koordinat 6.352485°S dan 106.773942°E dengan perkiraan luasan 1,9 hektar berdasarkan citra satelit Google Earth oleh terdakwa dikelola/dioperasikan sebagai tempat penimbunan/pembuangan sampah (TPA) liar/tanpa disertai ijin resmi dari instansi yang berwenang.
Dimana kegiatan pengelolaan sampah meliputi pengangkutan sampah, pemilahan sampah yang bernilai ekonomis, penimbunan dan pembakaran sampah yang tidak bernilai ekonomis.
Terdakwa mengelola lahan garapan tersebut sebagai TPA liar dari sampah-sampah yang bersumber dari berbagai jenis sampah, di antaranya berupa jenis sampah rumah tangga dan jenis sampah kertas yang dikumpulkan oleh para pengepul sampah seperti sampah kertas.
Sampah diambil dari pasar-pasar, mall-mall, apartemen dan gedung perkantoran dari berbagai wilayah Depok dan Jakarta, dan dibuang/ditimbun di lahan garapan terdakwa.
Dari berbagai timbunan sampah tersebut, kemudian terdakwa menyewakan lapak-lapak pemilah sampah kepada para pengepul sampah di antaranya kepada saksi Mistam, saksi Koncleng, saksi Jali dan saksi Arto.
Lalu, terdakwa melakukan pemungutan uang sewa lapak sampah kepada para pengepul dengan biaya sewa lapak kurang lebih sebesar Rp6 juta sampai Rp7 juta per tahun.
Para pengepul memilah sampah di lapaknya masing-masing yang berada di lahan garapan milik terdakwa dengan cara sampah-sampah yang bernilai ekonomis dikumpulkan oleh pengepul sampah, lalu dijual kepada pengepul.
Sementara sampah yang tidak bernilai ekonomis ditumpuk/ditimbun di lahan garapan terdakwa dan dilakukan pembakaran sampah di lokasi lahan tersebut dengan biaya antara Rp1,7 juta sampai Rp2,5 juta per bulan, yang disetorkan/dibayarkan kepada terdakwa dari pelapak.
Selain itu, terdakwa juga memungut biaya untuk pengangkutan atau pembakaran sampah yang tidak bernilai ekonomis dari para pengepul sampah dengan biaya kurang lebih sebesar Rp2,5 juta per bulan.
Terdakwa juga telah membuat/mempersiapkan tungku pembakaran sampah yang akan dipergunakan untuk pembakaran sampah-sampah yang tidak bernilai ekonomis.
Pengelolaan sampah ilegal dilakukan oleh terdakwa sejak tahun 2022, dan berlangsung terus-menerus dari semula pembuangan/penimbunan sampah berskala kecil hingga besar dan menyebabkan dampak bau yang sangat menyengat terhadap warga yang tinggal di lingkungan sekitar.
Lokasi tersebut tepat di bibir Kali Pesanggrahan, sehingga terdapat tumpukan sampah yang longsor menuju bantaran kali dan mencemari sungai.
Dampak pembakaran sampah yang tak bernilai ekonomis untuk mengurangi volume timbunan sampah di sekitar lapak-lapak mengakibatkan pencemaran udara dan kerusakan tanah di wilayah Limo, Kota Depok.
Pengelolaan lahan tempat penimbunan sampah liar yang dilakukan terdakwa tersebut pada Juli 2023, pernah dilakukan penutupan kegiatan dengan memasang plang larangan dan segel. Bahkan terdakwa juga telah diberikan surat peringatan, namun tidak menghiraukan teguran tersebut malah kegiatan di TPA liar tetap berlanjut.
Terdakwa dalam melakukan pengelolaan lahan garapan sebagai lokasi pembuangan dan penimbunan sampah liar tersebut tidak memiliki dokumen perizinan apapun dari pihak instansi yang berwenang.
Atas perbuatan terdakwa, masyarakat Forum Warga Terdampak TPA Liar Limo membuat pengaduan kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok.
Kemudian pihak dinas terkait melaporkan perbuatan terdakwa kepada Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) wilayah Jawa Bali Nusa Tenggara guna pemeriksaan lebih lanjut.
"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 98 Ayat (1) UU RI Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," kata Putri Dwi Astrini.
Setelah dakwaan dibacakan, Hj Ultry Meilizayeni menanyakan kepada terdakwa maupun penasehat hukumnya apakah keberatan atas dakwaan JPU.
Terdakwa maupun penasehat hukumnya menyatakan tidak keberatan. Malah, penasehat hukum terdakwa meminta atau mengajukan penangguhan penambahan kepada majelis hakim.
"Permohonan penangguhan akan kami pelajari terlebih dahulu," katanya.
Sebagai informasi, Pasal 98 Ayat (1) UU RI Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup berbunyi "Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.(jan)